Kereta Hantu Tabrak 4 Rumah - Berita Harian, Para pengguna kereta api listrik (KRL) jurusan Jakarta-Bogor sempat dihebohkan dengan gosip mengenai adanya kereta hantu manggarai yang juga sempat diangkat menjadi sebuah film layar lebar beberapa waktu lalu. Banyak yang mengatakan sering melihat penampakan kereta yang tiba-tiba bisa berjalan sendiri tanpa orang saat malam hari. Namun, bagi kota Malang, Jawa Timur, peristiwa aneh tersebut bukan lagi sekadar omongan belaka saja, namun benar-benar terjadi Selasa (4/1/2011) kemarin. Peristiwa yang menggegerkan warga kelurahan Ciptomulyo, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang itu terjadi sekitar pukul 13.12. WIB. Empat gerbong dari Kereta Api Eksekutif Gajayana jurusan Jakarta-Malang, tiba-tiba berjalan sendiri, sampai akhirnya menabrak tiga rumah di bantaran rel.
Kejadian tersebut bermula saat kereta api dari stasiun gambir, Jakarta, tiba di perhentian terakhirnya, stasiun Kota Baru, Malang, sekitar pukul 11.55 WIB. Kereta tersebut terdiri dari lokomotif, satu gerbong makan, satu gerbing pembangkit, dan tujuh gerbong penumpang. Humas PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi VII Surabaya, Sri Winarto mengatakan saat penumpang semua sudah turun dari gerbong, kereta langsung diparkirkan di jalur 4. Jalur tersebut adalah jalur mati dan hanya digunakan untuk memperbaiki, atau membersihkan kereta sebelum berangkat lagi.
Seperti yang dilansir dari kompas.com, di jalur tersebut sejumlah teknisi melaksanakan tugas mereka, memperbaiki dan membersihkan kereta tersebut. Petugas pun tak lupa untuk memutus sambungan lokomotif dan gerbong. ”Sambungan antara gerbong nomor lima, dengan gerbong nomor enam, juga diputus. Hal itu dilakukan karena ada beberapa perbaikan di gerbong tersebut, antara lain mengganti karet yang ada di sambungan gerbong, dan masalah kelistrikan,” ujar Winarto.
Nah, saat dalam masa perbaikan ini, empat gerbong paling belakang, tiba-tiba berjalan sendiri. Winarto mengaku dirinya memang belum memeriksa kronologis peristiwa yang sebenarnya terjadi, namun, sejumlah teknisi yang dimintai keterangan memastikan, tidak ada satupun teknisi yang berada di dalam empat gerbong tersebut.
Para teknisi kemarin juga mengaku, sudah melakakan semua standar operasional keamanan, termasuk memberi kereta stop block, atau ganjalan khusus yang digunakan untuk menghambat roda kereta saat berhenti. ”Setidaknya itu pengakuan mereka. Tapi lebih pastinya, petugas KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Transportasi) masih melakukan pemeriksaan secara terperinci,” urai Winarto.
Kereta itu akhirnya terus berjalan, menempuh jarak 2,5 kilometer sampai Stasiun Kotalama, hingga akhirnya ’dipaksa’ berhenti di sana. Petugas signal di stasiun tersebut, Achmad Suyuthi, lalu membelokkan rel yang dilintasi kereta itu. ”Tujuannya, agar kereta bisa menabrak spoor-box,” terang Suyuthi kepada sejumah polisi. Spoor-box adalah semacam beton yang dipasang di ujung rel mati. Fungsinya, memang untuk ditabrakkan kereta yang tidak bisa berhenti.
Keputusan membelokkan kereta ke spoor-box ini memang sebuah prosedur standar. Menurut Suyuthi, kalau saja kereta itu tidak ditabrakkan spoor-box, akibatnya bisa lebih fatal. Kereta bisa terus bergerak liar, dan bisa ditabrak kereta lain yang datang dari arah selatan. Kereta memang akhirnya berbelok dan menabrak beton tebal tersebut. Namun, laju dan beban empat gerbong tersebut nyatanya terlalu kuat untuk ditahan.
Keempat gerbong itu terus melaju, hingga akhirnya menerjang tiga rumah warga di bantaran rel. Tiga rumah yang punya alamat resmi Jl Simpang Peltu Sujono RT11/RW3, Kelurahan Ciptomulyo, Kecamatan Sukun itu antara lain milik Misno (46), Jamil (70), dan Sutrisno (50). Rumah milik Misno dan Jamil hancur rata dengan tanah. Sementara rumah milik Sutrisno, yang baru saja direnovasi karena putrinya akan mantu bulan Maret 2011 ini, rusak berat.
Nahas, kejadian ini makan korban jiwa. Anak Misno, Muhammad Nur Rosyid (2), tewas diterjang kereta. Sebelum tabrakan terjadi, tiga dari lima anak Misno, yakni Johan Pribadi (20), M Nur Rosyid (2), serta M Risky (1), masih tidur di rumah tersebut. ”Semua berhasil lolos dari kejadian ini, kecuali Rosyid, Ia tidak sempat dievakuasi,” kata Agus. Johan, kakak Rosyid, masih terlihat syok dengan kejadian ini. Ia sendiri mengaku terbangun dari tidur gara-gara mendengar adiknya, Risky menangis. ”Begitu terbangun, saya dengar orang-orang sudah pada teriak. Saya lalu hanya sempat selamatkan Risky,” ujarnya dengan nada lirih.
Dari keterangan keluarga Misno, Rosyid meninggal bukan karena tergencet. Debu dan pasir dari reruntuhan rumah, memenuhi saluran pernafasannya hingga mengalami infeksi. Yang menarik, peristiwa kereta menabrak rumah di perkampungan bantaran rel Stasiun Kota Lama ini bukanlah yang pertama. Tahun 2005, rangkaian gerbong tangki dari Depo Jagalan, juga menerjang rumah warga. Makin menarik, karena yang ditabrak pun sama, yakni rumah Misno. Ketika itu, bibi Misno, Rupiatin (56), mengalami luka berat di kaki, yang dideritanya sampai sekarang.
”Karena kejadian kedua kalinya ini, kami sudah putuskan untuk tidak lagi tinggal di situ selamanya,” kata H Abdul Mujib, alias Abah Ateng, kakak Misno. Abdul Mujib sendiri menyadari, seperti apa bahaya dan resiko tinggal di bantaran rel. Namun, ia menolak tegas tudingan rumah yang ditinggali adiknya itu adalah hunian liar. ”Tahun 1975, tanah itu saya beli Rp 2 juta dari PJKA, lalu saya bangun rumah. Ada bukti hitam di atas putihnya. Semua warga di situ juga beli tanah itu,” kata pemilik bengkel bubut ini.
Namun, ucapan Misno ini dibantah oleh Sri Winarto. ”Logikanya, tanah PT KAI itu tanah negara. Kita memang bisa menyewakannya sementara waktu, tapi tidak pernah bisa menjualnya. Setelah tabrakan 2005, kita sebenarnya sudah mensosialisasikan kepada warga di kawasan kecelakaan, agar segera pindah,” ungkap Winarto.
Kapolres Kota Malang, AKBP Agus Salim mengatakan, ada kemungkinan peristiwa yang makan korban jiwa ini disebabkan kelalaian seseorang. Namun, pihaknya masih akan menunggu hasil penyelidikan yang dibuat oleh KNKT. Bagaimana kereta itu berjalan, masih membuat bingung sejumlah pihak, termasuk Sri Winarto sendiri. Ia mengatakan, kereta memang sangat mungkin berjalan dari Stasiun Kota Baru ke Stasiun Kotalama.
Pasalnya, kondisi geografis Kota Baru memang lebih tinggi dari Kotalama. Kota Baru berada di ketinggian 444 dpl (di atas permukaan laut), sementara Kotalama berada di ketinggian 429 dpl. ”Yang buat saya bingung, bukan bagaimana kereta itu bisa berjalan kesana. Tapi apa yang membuatnya berjalan,” cetusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar